PANTAI WATU LAWANG
Jum’at 16 September 2011 pulang kuliah hari itu sangat panas, matahari tepat berada di atas kepala saya menunjukan kegagahan dan kekuatan yang ia miliki, hari itu rencana saya ingin berkemah di salah satu pantai yang ada di daerah gunung kidul bersama teman baru seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada, sempat terlintas dalam pikiranku untuk menggagalkan rencana berkemah karena cuaca panas membuatku enggan meninggalkan kosan, namun ke enggananku untuk meninggalkan kosan aku buang jauh-jauh dan aku selipkan rasa penasaran dan bayangn indah pantai yang akan saya lihat nanti, dan akhirnya saya memutuskan untuk pergi berkemah, berawal dari berbagi cerita tentang kehiduapn pribadi, akhirnya ada suatu topic pembicaraan yang menarik minat saya, yaitu tentang petualangan berkemah di pesisir pantai, kebetulan sekali semenjak kecil hingga lulus SMA saya sama sekali belum pernah merasakan yang namanya berkemah seperti apa, berwal dari rasa penasaran akhirnya saya memberanikan diri untuk mengajak teman saya agar kapan-kapan kita kemah bersama di pinggir pantai yang masih alami dan belum terjamaah oleh proyek bisnis, akhirnya setelah obrolan panjang kami memutuskan untuk berkemah pada hari Jum’at 16 September 2011.
Perjalanan waktu itu sangat melelahkan kami berangkat dari Yogyakarta jalan kaliurang Km 10,9 jam 16.00 dengan mengendarai sepeda motor dengan tas ransel yang sangat penuh, kami menyusuri jalanan demi jalanan untuk mencapai pantai yang di tuju, semngat menggebu ada pada hati saya, rasa penasaran bagaimana rasanya berkemah di pinggir pantai dengan ditemani riuh suara ombak yang menggelegar serta terpaan angin pantai yang menyapu kulit dengan lembut serta melihat indahnya sunset sudah terbayang jelas dalam lamunanku, namun lamunan indahku harus sedikit terhapus karena saat itu kami tidak memungkinkan untuk melihat sunset karena jarak yang harus kami tempuh untuk mencapai pantai masih sangat jauh, akhirnya niat dan khayalan yang ada pada pikiran saya, saya buang jauh-jauh meskipun dengan perasaan kecewa, karena kecewa saya putuskan untuk berdiam diri selama perjalanan, waktu sudah menunjukan pukul 18,00 namun kami belum juga sampai, perasaan tak sabar jengkel dan lelah berkecamuk dalam diri saya, namun aku memilih untuk bersabar dan berpikiran positif bahwa perjalan jauh dan melelahkan ini akan segera terbayar dengan hamparan pasir putih dan deburan ombak yang sangat indah di depan sana, semilir angin dan bau amis khas laut mulai terasa oleh indra penciumanku, aku bersorak dalam hati akhirnya sampai juga dipantai, aku tak sabar untuk turun dari motor dan segera beristirahat, kulihat beberapa papan nama pantai di pinggir jalan menunjukan arah pantai namun dari sekian banyak papan petunjuk jalan ke pantai kami lewati begitu saja aku sudah tak sabar seberapa jauh kah dan seberapa terpencilakh pantai itu, akhirnya kamipun mulai memasuki daerah yang agak sepi jalan yang kami lewati sudah tidak bagus lagi suara debur ombak yang sudah mulai terdengar dan bau amis yang semakin tajam, akhirnya sepeda motor berhenti kamipun bersiap untuk turun kepantai dan mencari lokasi untuk mendirikan tenda, tangan kiriku sibuk memegang kamera LSR tangan kananku sibuk memegang batrey untuk menrangi jalanku, aku turun melewati batu demi batu dan akhirnya kakiku menyentuh sesuatu yang lembut dan tidak salah lagi itu pasti pasir pantai, kususuri pantai dengan temanku didin, dia sibuk memberitahukan keadaan disekitar pantai dan aku hanya bias mengangguk dan tersenyum dengan sekali-kali meringis karena suara deburan ombak yang begitu menyeramkan, setelah berjalan kurang lebih100m akhirnya kami putuskan untuk mendirikan tenda, akh ini memang perjalan yang sangat menyenagkan akhirnya aku tahu juga bagaimana caranya mendirikan sebuah tenda luar biasa kataku memuji diri sendiri, setelah mendirikan tenda kami membereskan tenda agar bias kami pakai untuk tidur, sebenrnya kata-kata kami kurang tepat karena didin lah yang lebih banyak melakukan pekerjaan, setelah mendirikan tenda saat itu didin mengingatkanku untuk sholat, entah sholat maghrib atau isya karena saat itu aku tak tahu jam berapa, aku bersama didin berjalan menuju pantai mencari tempat untuk berwudhu, aku sempat takut berjalan ke pantai karena suara ombak yang begitu menggelegar membuat bulu romaku berdiri.
Setelah berwudhu aku kembali menuju tenda, aku paparkan sebuah tempat tas entah apa itu namanya untuk aku jadikan alas sholatku, selesai sholat aku berdoa agar kami di selamatkan hingga esok pagi sembari tak henti-hentinya aku ucapkan rasa kagumku atas kebesaran tuhan, aku menagis dalam doaku sungguh ini adalah pengalaman yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku subhanallah. Kami menyalakan api untuk memasak air karena cuaca cukup dingin jadi kami putuskan untuk mebuat kopi, dalam hati aku merasa tidak enak karena aku tidak melakukan apa-apa semuanya didin yang melakukan, mulai dari memberesakan tenda, menyalakan api dan memasak air samapi membuat kentang sarden, argh bodohnya kau memaki diriku sendiri dalam hati, suasana hening itu di sebabkan karena ku yang selalu diam dan tak tahu harus berbicara tentang apa, dalam hati aku kembali memaki diriku sendiri argh bodohnya kau dim memulai pembicaraan saja tidak bias kataku dalam hati, aku berpikir dalam hati pasti setelah ini didin tak akan pernah mau pergi berpetualang bersamaku lage karena aku yang tak bias melakukan apa-apa dan pribadiku yang kurang menyenangkan.
Esok paginya sekitar jam 06.00 aku bangun, aku buka resleting tenda dan menengok keluar, akh akhirnya hari sudah pagi juga terpaan angin laut begitu terasa menusuk kedalam tulangku, kabut putih menyelimuti udara pagi waktu itu dan menghalangi jarak pandangku hingga aku tak mampu menikmati keindahan pantai saat itu, mataku menuju kearah kawanku didin yang sedang berjalan dengan seorang wanita setengah baya sembarai membawa penyu yang sangat besar, rasa penasaranku terhadap penyu itu terkalahkan oleh rasa kantuk yang menderaku, akhirnya aku tutup kembai resleting tenda, ku kerubungi diriku dengan sarung dan kulanjutkan tidur hingga jam 8 pagi, jam 8 page begitu aku keluar dari tenda kabut page sudah mulai menghilang aku berjalan menyusuri pantay dengan sempoyongan kususuri pantai kea rah utara menikmati keindahan alam yang begitu luar biasa sesekali kupandangi ombak yang menggulung tinggi dengan suaranya yang menggelegar.
Aku berjalan kembali menuju tenda menghampiri didin yang akan menyeduh segelas minuman yang aku piker itu adalah jahe, sembari iseng-iseng kupegangi kamera LSR-nya yah karena aku suka dengan Fotografi, hanya saja aku belum mempunyai cukup uang untuk menekuni hobyku, aku belajar kembali bagaimana caranya menggunakan kamera LSR dengan bekal sedikit ingatan saat pertama kali temanku mengajariku foto di UGM, aku mencoba memfoto sebuah gabus dengan berfokus pada objeknya dan hasilnya seperti ini Kemudian aku berjalan menyusuri pantai sembari membawa kamera LSR milik temanku dengan gaya seperti fotographi handal, aku lihat seorang pencari rumput laut berjalan membawa sesuatu seperti karung aku arahkan kameraku ke arahnya aku jepret dia dengan perasaan kagum, lalu pak tua itu tersenyum dan berbicara padaku dalam bahasa jawa yang intinya dia mengatakan “ wah mas saya kok di foto, org seperti saya jelek kalau di foto” kurang lebih seperti itu, miris aku melihat para pengumpul rumput laut di pantai watu lawang mereka bekerja pagi-pagi hanya untuk mencari rumput laut yang di jual sangat murah ini berbanding terbalik dengan kerja keras yang mereka lakukan, namun aku berpikir inilah hidup butuh perjuangan dan cobaan
, kemudiaan aku berjalan menghamppiri temanku yang sedang berbicara dengan wanita setengah baya yang juga bekerja untuk menghidupi keluarganya dari mencari rumput laut untuk di jual, dan yang membuatku lebih kaget jarak rumah ibu itu dengan pantai sekitar 5km subhanallah begitu besar perjuangan ibu ini hanya untuk mendapatkan uang yang tak begitu besar aku berpikir dalam hati ini memang jaman edan kapitalisme sudah tumbuh subur di negeri ini gerutuku dalam hati, sungguh terlihat perbedaan antara penduduk kota dengan penduduk desa.
Ketika hari mulai siang dan menunjukan sekitar jam 9 page aku putuskan untuk bermain-main air sebentar di pantai dengan temanku, pantai watu lawang sepi sekali ketika hari menjelang siang ini dikarenakan belum banyak orang yang mengetahui keberadaan pantai ini, hari itu para pencari rumput laut sudah tidak ada, hanya ada aku dan temanku yang ada di pantai aku duduk di atas karang menunggu datangnya terpaan ombak yang menghantam tubuhku, pantai itu memang masih sangat alami dan mungkin kaya akan sumber daya alamnya, disana banyak ubur-ubur kecil maupun besar yang terdampar di pantai karena terbawa arus ombak yang cukup besar, oh tuhan sungguh indah ciptaanmu ini pujiku dalam hati, matahri semakin tinggi panas mulai menyengat dan membakar kulitku namun hembusan angin laut tetap membuatku dingin meskipun sengatan matahari begitu terasa dikulitku, akhirnya kami putuskan untuk pulang meninggalkan pantai yang indah ini, aku berharap suatu saat nanti aku akan mengunjungi pantai penuh kenangan ini, dan aku harap tidak hanya di pantai ini saja aku bertualang menikmati keindahan alam, terimakasih buat teman baruku didin yang telah memberikan warna demi warna dalam setiap coretan cerita hidupku, aku berharap kita bias mengunjungi pantai-pantai lainnya dan aku harap kau tak menyesal pergi berkemah dengan org sepertiku yang tak banyak membantumu dan hanya membuatmu repot.